30

BAB. XV
BERDIRINYA PERSATUAN TARBIYAH ISLAMIYAH

Tanggal 15 Zulkaedah 1346 H itu, adalah sebagai hari bersejarah para ulama-ulama “Sunny Syafi’iyah” membahas polemik yang terjadi antara kelompok Kaum Muda versus Kaum Tua sekaligus diresmikan berdirinya :”MADRASAH TARBIYAH ISLAMIYAH CANDUNG” yang merupakan Madrasah Tarbiyah Islamiyah pertama diantara madrasah lain yang ada dilingkungan Persatuan Madrasah Tarbiyah Islamiyah yang kini tersebar diseluruh tanah air.
Jadi tidak dapat dipungkiri lagi, bahwa Madrasah Tarbiyah Islamiyah Candung adalah merupakan embrio dari keberadaan organisasi Islam terbesar Persatuan Tarbiyah Islamiyah yang bertujuan sebagai wadah Sosial, Pendidikan dan Dakwah dan tidak terkontamisasi dengan politik praktis.
Disamping itu tujuan organisasi Persatuan Tarbiyah Islamiyah yang diperjelas melalui Kongres ke- II tanggal 3 -5 April 1935 di Bukittinggi, bahwa missi dan tujuan organisasi adalah :

1. Mempertahankan dalam I’tikad meganut paham Ahlusun nah wal jama’ah dalam syari’at dan berfatwa dengan Mazahab Imam Syafi’i.
2. Berusaha memajukan pebgajaran Agama Islam dan memperbaiki sekolah Agama yang tersebar dipelosok tanah air.
3. Memperkuat dan memperkokoh “adat nan kawi, syarak nan lazim”
4. Memperhatiak kepentingan Ulama-ulama, guru-guru sekolah Agama yang tersebar ditanah air.
5. Memperkokoh tali silaturrahim antar sesama anggota
6. Mempertahan Agama Islam dari segala rongrongan yang datang dari manapun;
7. Mendirikan sekolah-sekolah Agama dengan nama Madrasah Tarbiyah Islamiyah.
8. Mengadakan penyiaran Agama Islam melalui Tabligh, Dakwah dan penulisan-penulisan ajaran Agama Islam melalui media cetak dan elektronik.
9. Menerbitkan buku-buku, majalah, surat kabar sebagai wadah penyiaran organisasi untuk kepentingan Agama Islam.
10.Membentuk badan usaha sebagai sumber ekonomi organisasi untuk kepntingan kesejahteraan anggota dan
Madrasah binaan dan kesejateraan umum
11.Memasuki jalur-jalur pemerintahan (menjandi anggota dewan pemerintahan dan dewan legislatif) untuk kepentingan organisasi dan anggota

Selama beliau di Makkah “surau halaqah” dipimpin oleh ayahanda beliau Tuanku Mudo Muhammad Rasul.

Syekh Sulaiman Arrasuli di lahirkan didesa Batu Balantai, Kanagarian Candung Koto Laweh, Kecamatan Candung, Kabupaten Agam tepatnya pada tanggal 10 Desember 1871 bertepatan dengan 20 Muharram 1297 H, nama ayah beliau Angku Mudo Muhammad Rasul sebagai perintis “halaqah” di Candung dengan nama ibu Siti Buliah, suku Caniago, seorang wanita yang ta’at beragama dan menjunjung tinggi adat istiadat yang luhur. Setelah menikah Syekh Sulaiman Arrasuli diberi gelar pusako dari suku Caniago yaitu : Malin Mangiang.

Pada usia 31 tahun atas usul Demang IV Angkat / Tilatang Kamang Dt.Batuah seorang Demang Kelas I yang disegani dan terpandang, berbibawa kepada pemerintah Belanda, maka Syekh Sulaiman Arrasuli lebih akrab dipanggil “Inyiak Canduang atau Buya” itu dianugerahi “Bintang Perak Besar” (Groote Zilveren Star) atas jasa beliau seperti :

1. Ahli mendamaikan kaum Adat dengan kaum Agama
2. Karangan-karangan beliau yang sangat bermamfaat
3. Usaha mengalirkan air bersih sepanjang 1,5 Km untuk kebutuhan masyarakat dan Madrasah.

Sebagai pendiri, belilau se-kaligus mamimpin Madrasah Tarbiyah Islamiyah Candung dan juga terkenall sebagai ahli Adat masih menyempatkan diri mengarang buku-buku seperti :

1. Pertalian Adat dengan Syarak (masalah Adat di Minangkabau)
2. Perdamaian Adat dengan Syarak (pemecahan pertikaian Adat dengan Agama)
3. Tata cara penghulu (kepala kaum) di Minangkabau
4. Rukun dan kesempurnaan Penghulu di Minangkabau
5. Dawaul Qulub fi qisshah Yusuf wa Ya’cub (sejarah Nabi)
6. Aqwalul wa shithah fi zikri wa rabithah (tasauf)
7. Jawahir al-Kalamiyah fil I’tiqat Ahlusunnah (tasauf)
8. Aqwalul Mardhiyah (tauhid)
9. Aujazul Kalam fi Arkanis Shiyam (Fiqih)
10. Aqwalul ‘Aliyah fi Thariqah Naqsyabandiyah (tasauf
11. Aqwalul Bayan fi Fadhilah Lailatis Sya’ban
12. Sabilus Salamah fi Waridis Saiyidil Insan (Sejarah Nabi)
13. Tsamaratul Ihsan fi Wiradatil Saiyidil ummah (do’a-do’a)
14. Al-qaulul Bayan fi Tafsiril qur’an (Tafsir)
15. Pedoman Islam
16. Kisah Muhammad Arif (Tasauf)
17. Risalah Tablighul Amanat fi Izzalatil Mungkarat was Syubhat (Koreksi terhadap amalan tharikat yang sesat dan masih banyak lagi karya tulis almarhum yamg belum terinventarisir dan belum ditemukan

Dari segudang prestasi dan kegiatan perjuangan beliau masih berpendirian teguh dalam menancapkan pilar-pilar melalui pesantren yang beliau pimpim Madrasah Tarbiyah Islamiyah Candung, bahwa institusi yang beliau bina tetap komitment dengan pembelajaran “kitab kuning / klasik” ajaran Imam Syafi’i r.a dengan visi, misi dan tujuan “membentuk sumber daya manusia yang beriman bertaqwa, berakhul karimah, tafaqquh fiddin dan harus melaksanakannya ajaran tersebut secara “kaffah”.

“Dirikan Mahkamah syari’ah”

Nashruddin Thaha Dt. Lelo Angso Direktur Training College di Payakumbuh, 1947 oleh Pemerintah ditunjuk Kepala Jawatan Agama Propinsi Sumater Tengah, beliau menganggap Inyiak Canduang sebagai Ulama tertua, maka datang ustazd Nazar (pangggilan sehari-hari) ke Canduang bersama Mansur Daut Dt. Palimo Kayo. Ustazd Nazar memanggil buya kepada Inyiak, sebagai panggilan kehormatan kepada seorang ulama dan ayahnya bersaudara dengan beliau sepanjang adat.

“ Buya” kata ustazd Nazar mengawali pembicaraan.
“Gubernur mengangkat saya sebagai Kepala Jawatan
Agama untuk wilayah Sumatera Tengah ini” lanjut
Ustazd Nazar dengan suara baritonnya.

“Untuk kelancaran tugas saya selanjutnya yang dibebankan kepada saya, saya mohon advis dan petunjuk sekitar pembentukan kantor Agama Sumatera Tengah ini” kata Ustazd Nazar selanjutnya.
“Baiklah, kalau memang itu yang ananda minta, Insya Allah akan saya beri” jawab Inyiak Canduang ramah.

“ Tapi, berilah waktu dulu, biar saya bincang-bincang dengan kawan-kawan” demikian lanjut Inyiak Canduang

Tak berapa lama setelah Nashruddin Thaha, Kepala Jawatan Agam itu meninggalkan rumah Inyiak Syekh Sulaiman Arrasuli, datang Inyiak Syekh Ibrahim Musa, Parabek yang berkebetulan ingin berkunjung kerumah Inyiak Canduang. Pada kesempatan itu masalah dan maksud Ustazd Nazar tadi disampaikan, tak lama berbincang bincang tentang keinginan Kepala Jawatan Agama Sumatera Tengah tadi dan diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Dalam pembentukan kantor Agama perlu adanya
Majlis Fatwa.
2. Perlu adanya Mahkamah Syari’ah (Pengadilan
Agama
3. Dewan Penyuluh Amar ma’ruf nahi mungkar
4. Dewan Ta’alum (Pendidikan)

Inilah yang menjadi inti yang perlu dikembang dalam rangka mewujudkan pembentukan Kantor Jawatan Agama Sumatera Tengah (1947). Pada gilirannya menjelmalah Majlis Sura wal Fatwa yang diketua oleh Inyiak Syekh Ibrahim Musa Parabek. Sedangkan Inyiak Syekh Sulaiman Arrasuli tetap berusaha agar terbentuknya “Mahkamah Syari’ah” sebagai Pengadilan Agama di Sumatera Tengah.

Pada suatu rapat pimpinan Perti di Hotel Merdeka Bukittinggi,di kamar khusus nomor 10 yang memang dise diakan khusus untuk pertemuan atau tempat menginap Inyiak-inyiak, disinilah Buya Syekh Sulaiaman Arrasuli kedatangan tamu Nashruddin Thaha, Kepala Jawatan Agama Sumatera Tengah dan Mansur Daud Dt. Palimo Kayo memberi tahu kepada Inyiak Canduang agar bersiap-siap menerima jabatan Kepala Mahkamah Syari’ah Sumatera Tengah dengan surat keputusan dari Gubernur Sumatera di Pematang Siantar tanggal 17 Juni 1947 dengan syarat Inyiak diminta untuk membuat riwayat hidup dan riwayat pekerjaan.

Sejak itu, sampai sekarang Mahkamah Syari’ah tetap menjalan tugasnya sebagai pengadilan Agama menyelesaikan perselisihan suami istri, secara pelan-pelan Mahkamah Syari’ah mendapat perhatian dari masyarakat dan diantaranya sebagai perjuangan dan gagasan beliau yang menjadi keputusan pemerintah membentuk Mahkamah Syari’ah untuk Sumatera Tengah dan sudah dijadikan institusi resmi oleh Departeman Agama RI menjadi Pengadilan Tinggi Agama dibawah naungan Makamah Agung RI, sedangkan pada saat itu untuk Sumatera bagian Tengah, meliputi Propinsi Sumatera Barat, Riau dan Jambi pimpinannya dipercayakan kepada Syekh Sulaiman Arrasuli (1947)

Kemudian pada tahun 1948 Buya Syekh Sulaiman Arrasuli diangkat sebagai Penasehat Gubernur Militer Sumatera Tengah waktu itu dijabat oleh Mr. St. Muhammad Rasyid.

Memang diakui, bahwa keberadaan Persatuan Madrasah Tarbiyah Islamiyah (PMTI) sangat berkembang dengan pesat sejak didirikan tanggal 5 Mei 1928, kemudian berubah nama Persatuan Tarbiyah Islamiyah (1930), dengan dimaksudkan untuk membina Madrasah Tarbiyah Islamiyah yang tersebar.

“Zaman Aggresi Belanda ke-II”

Zamaan Pemerintahan darurat (Aggresi Belanda ke II) Pemerintaha Republik mengadakan perlawan terhadap Belanda, rakyat bersama pejuang mengungsi kehutan-hutan dan gunung-gunung, demikian juga pemimpin terpaksa hijrah guna kepentingan perlawanan dan perjuangan mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945.

Waktu itu, Mr. Sutan Muhammad Rasyid, ebagai Gubernur Militer Sumatera Tengan juga turut mengungsi ke Situjuh, Payakumbuh. Inyiak Syekh Sulaiman Arrasuli karena usian sudah 70 tahun diperkenankan oleh Gubernur Militer tinggal dikediamannya di Canduang, Pemerintah yakin dan percaya penuh, bahwa Inyiak Canduang tidak akan dipergunakan atau dimanfa’at oleh Belanda untuk kepentingannya.

Dan Inyiak Syekh Sulaiman Arrasuli sebagai putra Indonesia dan salah seorang pemimpin tertua turut mere but kekuasaan dari tangan Jepang dahulu. Sudah barang tentu beliau tidak akan menyia-nyiakan dan tidak akan berkhianat terhadap perjuangan beliau demi untuk kepentingan bangsa dan Agama.

Hanya dengan kebijaksanaan dan siasat beliau, kadang-kadang orang berburuk sangka terhadap Inyiak dianggapnya telah berpihak kepada Belanda.

“Mau ditembak Belanda”

Pada suatu ketika Buya kita sedang memberesi puing-puing bekas kebakaran toko-toko beliau di Baso bersama orang kampung, akibat dibakar oleh pasukan gerilya tentara Republik. Beiau tengah menyusun atap seng bekas kebakaran itu, tanpa disangka datang segerombolan tentara Belanda sedang berpatroli keliling seraya mengham piri “Inyiak kito” dan berucap “Ada tentara disini?”. “Tidak ada tuan”, jawab Inyiak “Bohong” bentaknya, tentara yang lain melihat orang kampung menyusun seng-seng bekas kebakaran itu seraya mendekat “Ini disuruh siapa mengumpul ini”. Salah seorang orang kampung itu yang ditanya Belanda itu menunjukan Inyiak Kito yang menyuruh.

Kemudian tentara itu mendekati sang Buya Canduang seraya membentak “maling ya” dengan suara garang sambil menodongkan laras senjata kedada Syekh Sulaiman Arrasuli, “kamu saya tembak” katanya bengis, Beliau tidak gugup, malah mulut beliau komat-kamit sambil mengucapkan dua kalimaah syahadat “Asyhaduallaha ilallah, Waasyahaduanna muhammadur rasulullah” dengan meluruskan kedua tangan beliau, kemudian Inyiak mewmbuka sorban sambil berkata : “masak saya maling” rambut saya sudah memutih lihatlah” sekaligus merogoh kantong baju dan mengambil sebuah bintang seraya memperlhatkan kepada tentara Belanda yang membentaknya dan berucap: “saya juga bekas pejuang dan mendapat bintang jasa dari pemerintahan tuan”. Setelah melihat bintang itu, tentara Belanda langsung menurunkan senjata yang ditodongkan kepada Inyiak Canduang tadi dan langsung minta ma’af. Memang penghargaan dari pemerintahan Belanda itu, berupa Bintang Perak Besar (1931) dari Kerajaan Belanda (Groote Zilveren Stervoor Trouw van Verdienste). Atas keberhasilan beliau mempersatukan kaum adat dengan kaum agama dalam satu wadah Majlis Tinggi Islam Minagkaau

Beberapa hari kemudian, datanglah sepasukan tentara Belanda dari Bukittinggi. Salah seorang dari pasukan itu turun di Simpang Candung, berjalan kaki dengan beberapa anak buahnya menuju rumah Syekh Sulaiman Arrasuli, yang datang itu aalah seorang petinggi Tentara Belanda, Dr. De Graaf, salah seorang dari pengawalnya juga masuk sesaat keruang pertemuan diru mah Inyiak, sekilas “Inyiak kito” melihat salah seorang pengawal Dr. De Graaf itu adalah yang membentak dan menodongkan laras senjatanya kepada Inyiak sewaktu di Baso dulu. Dengan reflek dan spontan beliau berkata kepada Dr. De Graaf “Ini anak buah tuan yang membetak dan ingin menembak saya waktu di Baso dulu” Tanpa komentar Graaf langsung mendekati pengawalnya itu dan langsung menampar anak buahnya seketika beberapa kali seraya berkata :

“Kamu kurang ajar, Orang tua saya kamu mau tembak?” Makinya, kemudian sang pengawal tanpa direrintah langsung minta ampun kepada Inyiak.

Semenjak itu, Buya Syekh Sulaiman Arrasuli tidak pernah diganggu oleh tentara Belanda dan tenteram dikediamannya, walaupun dimana-mana tentara Republik melancarkan serangan kemarkas Belanda untuk mengusir Belanda yang sedang melancarkan agresinya di Indonesia sedangkan pejabat-pejabat seperti Gubernur Miuliter bersama pejabat lainnya terpaksa mengungsi ke Situjuh, Kabupaten Lima puluh kota.

Dr. Van de Graaf adalah salah seorang teman dari Van der Vlas yang pernah datang sebelum tentara Jepang mendarat di Indonesia, waktu itu Belanda terpaksa menye rah setelah menjajah Indonesia selama 350 tahun, dengan keampuhan dan strategi yang mapan Jepang mampu mengusir Belanda dari Indonesia, mereka terpaksa pulang kenegaranya “kincir angin”.

Kedatangan Dr. Van de Graaf menemui Buya Syekh Sulaiman Arrasuli, banyak menimbulkan salah penafsiran bagi masyarakat awam sehingga Inyiak diprediksikan telah memihak kepada musuh, maklum kita sedang bergolak melawan Belanda itu sendiri yang sedang melancarkan aggresi yang ke – II, sekarang datang lagi Petinggi Belanda menemui beliau, sehingga menimbulkan presepsi buruk bagi masyarakat yang dikonotrasikan Inyiak Canduang telah berpihak kepada Belanda, namun dugaan itu dapat beliau tepis yang sesungguhnya adalah salah satu siasat beliau untuk menjinakkan Belanda agar tidak memiliki arogansi tinggi berkuasa dinegeri ini dan memang sudah sangat dirasakan oleh rakyat daerah ini dalam sistem pemerintahan sangat demokratis.

Dalam dialog Inyiak Canduang dengan Dr. Van de Graaf sebagai berikut:

“Saya datang kemari atas petunjuk Mr. Van der Vlaas dan membawa pesannya” ucap Van de Graaf memulai pembicaraan”
“Diantara pesan Van der Vlaas, bahwa pwmerintah Belanda telah mengangkat kedudukan Alim Ulama, Penghulu kepala kaum dan Pengadilan Agamapun akan dibentuk” tukasnya menambahkan.

Jawab Inyiak Canduang :

“Tuan............ atas kedatangan tuan, saya mengucapkan terima kasih, dulu memang.............., tuan Van der Vlaas berjanji dengan kami, tapi bersyarat:

“Menurut dugaa Belanda, Jepang tidak akan lama disini, sesudah itu Belanda akan segera datang, sudah tiga setengah tahun, tuan tidak kunjung datang. Itu adalah salah tuan sendiri, kini Pemerintah Republik sudah menyelesaikan semua itu, bahkan lebih Dari yang kami maksudkan, Pengadilan Agama juga sudah terbentuk dan saya yang menjadi ketuanya. Jadi tidak ada gunanya pembicaraan kita sekarang” jawab Inyiak Syekh Sulaiman Arrasuli serius.

Seolah-olah agak malu Dr. Van de Graaf mendengar jawaban Inyiak Kito yang semulanya tidak diduga, lantas de Graaf mengalihkan pembicaraan.

“Inyiak..............” kata Graaf lagi

“Bagaimana pemuda-pemuda disini, apakah masih benci kepada Belanda?”

“ Kalau itu yang tuan tanyakan” kata Inyiak lagi,

“Sebenarnya sangat benci, bahkan lebih benci lagi kepada Belanda sampai kepuncaknya”

“Apa sebabnya” tukas de Graaf,

“Karena tuan sendiri yang salah” tambah Inyiak Canduang.

“Kenapa anak kemenakan diserahkan kepada Jepang, dan Jepang telah memasukkan rasa benci kepada Belanda” ujar Inyiak berdiplomasi, dan seraya menambahkan

“Dimana, disetiap pertemuan dan rapat, ceramah oleh Jepang diperintahkan atau dimana saja, kapan saja supaya benci kepada Belanda, jika ada diantara pemimpin-pemimpin masyarakat tidak membenci kepada belanda akan dibunuh di Padang Hijau, Bukittinggi atau dimasukkan kedalam lubang” Inyiak sambil menggerak-gerakkan tagan bagaikan orator sedang berpidato.

“Apalagi sekarang pemuda-pemuda sudah diadakan latihan kemiliteran oleh Jepang sebagai Lasykar Rakyat dan Heiho, semuanya dimaksudkan untuk melawan Belanda” tambah Inyiak lagi

“Kalau begitu..............Inyiak” tukas de Graaf,

“Bisakah kita kembalikan perasaan anti Belanda itu pada zaman Belanda dulu” kata de Graaf lagi

“Tidak bisa tuan” jawab Inyiak Syekh Sulaiman Arra suli singkat.

“Karena rakyat sudah sngat anti pati kepada Belanda dan sekarang kami sudah Merdeka, Kemerdeekaan itu sudah diproklamirkan tanggal 17 Agustus 1945”.

“Sekarang bagaiman pikiran Inyiak” kata Graaf lagi.

“Sekarang bagi kami, terjajah atau tidak, tidak jadi masalah, yang penting Agama berjalan dengan baik” Inyiak Kito menimpali kata-kata Graaf.

“Terjajah?, jangan sebut lagi, Ratu Welhelmena sudah berjanji akan mengembalikan kemerdekaan Indonesia”.

“Sekarang bagaimana sikap kita, Inyiak?” Graaf menambahkan.

“Kita menyerahkan saja kepada Dewan Keaman PBB, apa keputusannya saya akan patuh”.

“Saya juga demikian”, Ucap Van der Graaf. Keputusan hanya dengan perundingan, tembak menembak tidak ada artinya, tapi apa boleh buat nasi sudah jadi bubur
.
Setelah berbicara panjang lebar Dr. Van der Graaf dengan Buya Syekh Sulaiman Arrasuli, kemudian Graaf mohon diri dan minta diantar mau melihat Madrasah Tarbiyah Isamiyah Candung yang didirikan oleh beliau
JUSTIC

Situs ini adalah ruang publikasi berita dan informasi dan karya seni santri-santri Pondok Pesantren MTI Canduang, Agam, Sumatera Barat, Indonesia yang dikelola oleh Jurnalis Santri Tarbiyah Islamiyah Canduang sejak Selasa 07 Agustus 2007

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama