Sabtu, 22 November 2014 M
- 28 Muharram 1436 H
Penulis: Wiza Novia Rahmi
MTI Canduang – JUSTIC.
Aku amat tidak suka ketika ayah mematahkan semangatku dalam sebuah organisasi
yang tengah ku geluti. Selalu saja, sikap dan kata-kata ayah membuat bungkuk
hidung ku sehingga makin mancung ke dalam.
Suatu hari, aku menceritakan
prestasi teman sekolahku, yaa bisa dibilang sebuah prestasi membanggakanlah,
lalu ayah menanggapi dan berkata yang intinya, “kenapa kamu ga’ bisa seperti
DIA? Dia saja bisa, bukankah kalian sama-sama belajar, bukankah kalian
sama-sama duduk memperhatikan guru di dalam kelas? Barangkali karena kamu fokus dalam bilik yang
bahkan orang-orang tak menganggapmu, kamu fokus mengatakan orang, tapi justru
kamu sendiri tidak pernah diperhitungkan. Cobalah pilih satu bidang yang
benar-benar bisa kamu dalami, lancarkan bakatmu, berkaryalah di sana, keluarkan
visi-misi mu.”
“inilah aku yah, inilah
bakatku, di tempat inilah karya ku dibaca orang, memang tidak semua orang
memiliki bakat yang sama. Kalaulah semua orang mempunyai bakat jahit-menjahit,
lantas siapa yang jadi juru masak, siapa yang akan menjadi guru, siapa yang
akan mengobati orang sakit, siapa yang akan jadi wartawan..??” ucapku dalam
hati sembari mengusap air yang jatuh di pipi ku.
Lalu aku berhenti sejenak,
membenarkan kata ayah, namun bakatku tidak sepenuhnya di sana. Aku di sini,
yah... | JUSTIC